Pernyataan Sikap, Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) tentang Dugaan Tindak Kekerasan terhadap Santri di Aceh Barat

0

 


Cirebon, Pakuan Pos - Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak JPPRA mengecam peristiwa dugaan tindak kekerasan yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Aceh Barat. Seorang santri bernama Teuku (15) menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan istri pimpinan pesantren berinisial NN (40), pada Senin, (30/9/24).

Pelaku menghukum korban karena kedapatan merokok, dengan menyiramkan air yang dicampur cabai ke tubuhnya, setelah sebelumnya menggunduli kepala korban. Aksi pelaku terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial.

Akibat dari tindakan itu, korban mengalami luka fisik dan trauma, sehingga harus menerima perawatan intensif. 

Menyikapi peristiwa tersebut, Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) merasa prihatin, dan mengecam tindakan tersebut. Kami memandang hal-hal berikut:


1. Menolak segala bentuk kekerasan terhadap santri di lingkungan pesantren, baik fisik maupun psikis. Kekerasan tidak pernah dapat dibenarkan sebagai bentuk disiplin dalam lembaga pendidikan, terutama pesantren yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik.

2. Menghormati hak-hak anak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan salah, eksploitasi, serta kekerasan fisik dan mental.

3. Mendorong proses hukum yang adil atas tindakan kekerasan ini. Kami mendukung penuh langkah-langkah aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini dengan adil dan transparan, serta memastikan pelaku mendapatkan sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

4. Mendesak evaluasi sistem pendidikan pesantren, khususnya terkait metode pendisiplinan santri. Diperlukan pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis pendidikan, yang dapat membangun karakter santri tanpa melibatkan kekerasan.

5. Mengajak seluruh pesantren di Indonesia* untuk memperkuat komitmen mereka dalam menciptakan lingkungan yang ramah anak. Pendidikan berbasis kasih sayang dan dialog, harus menjadi prioritas utama dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berkualitas.

Kami berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem di pesantren demi menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi para santri.


JPPRA Kecam Dugaan Penyiraman Santri dengan Air Cabai di Aceh


Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) menyatakan sikap tegas atas kasus dugaan tindak kekerasan yang terjadi di sebuah pondok pesantren di Aceh Barat, pada Senin, 30 September 2024. Seorang santri bernama Teuku (15) menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan istri pimpinan pesantren, berinisial NN (40). 

Tindakan tersebut dipicu setelah Teuku kedapatan merokok. Pelaku menghukum Teuku dengan cara menggunduli kepalanya dan menyiram tubuhnya menggunakan air yang dicampur dengan cabai. 

Aksi ini terekam dalam video dan menyebar luas di media sosial, sehingga memicu kecaman dari berbagai pihak.

Akibat tindakan ini, Teuku mengalami luka fisik serta trauma psikologis yang membutuhkan perawatan intensif. 

Kasus ini mendapat perhatian besar, tidak hanya dari keluarga korban yang segera melapor ke pihak berwenang, tetapi juga dari masyarakat luas yang prihatin dengan tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Menanggapi peristiwa tersebut, JPPRA melalui Koordinator Nasional, Kiai Yoyon Syukron Amin, mengeluarkan pernyataan resmi. 

“Kami sangat prihatin dengan kejadian ini dan mengecam keras segala bentuk kekerasan di lingkungan pesantren. Pesantren harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar, bukan tempat di mana mereka menjadi korban kekerasan,” Ujar Kiai Yoyon, lewat pernyataan pers, Jumat, 4 Oktober 2024.

Ia menyebut bahwa tindakan kekerasan bukan hanya melanggar hak-hak anak yang dijamin oleh Undang-Undang, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan kasih sayang dan pendidikan berbasis akhlak.

"Kami mendesak para pemangku kebijakan, baik di tingkat pesantren maupun pemerintah, untuk segera melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan yang ada. Pendidikan harus lebih mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis, sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan rahmat bagi semesta alam," tegasnya.

Selain itu, JPPRA juga mendukung langkah hukum terhadap pelaku kekerasan, serta berharap agar prosesnya berjalan transparan dan adil. Menurut Kiai Yoyon, 

"Kami sangat berharap aparat penegak hukum dapat menindak tegas kasus ini. Kekerasan tidak bisa dibiarkan, dan pelakunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum," tegasnya.

Pernyataan sikap yang dikeluarkan JPPRA juga mengajak seluruh pesantren di Indonesia, untuk memperkuat komitmen mereka dalam menciptakan lingkungan yang ramah anak. 

JPPRA menekankan bahwa, pesantren harus menjadi garda terdepan dalam menciptakan generasi penerus yang berakhlak mulia, tanpa menggunakan metode kekerasan.

"Semoga kasus ini menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dalam mendisiplinkan anak didik, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda kita," pungkasnya.


Narahubung: 0822 1037 2148


Keterangan Foto:

Koordinator Sekretariat Nasional (JPPRA), Kiai Yoyon S. Amin, M. Hum, saat membuka acara Diskusi Kelompok Terarah (FGD) tentang Pencegahan Kekerasan Anak di Pesantren bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, Jumat, 23 Agustus 2024. JPPRA/Doh

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Terima !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Baca Lebih Lanjut
Accept !
To Top